Gaya Hidup

9 Puisi Sapardi Djoko Damono yang tak Lekang oleh Waktu

Sapardi Djoko Damono.
Sapardi Djoko Damono.

RUANG TEKNO -- Sapardi Djoko Damono lahir 83 tahun lalu pada 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah.

Semasa hidupnya, maestro puisi ini dikenal sebagai sastrawan, penulis, pujangga yang menginspirasi banyak generasi muda setelahnya.

Sapardi mengumpulkan banyak karyanya dalam buku yang berjudul Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Akuarium (1974), Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), Ayat-Ayat Api (2000), Mata Jendela (2000), dan Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro (2003).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Hampir semua puisinya tak lekang oleh waktu. Banyak seniman dan musisi yang bahkan terinspirasi untuk membuat komposisi dengan tema serupa.

Berikut 9 dari banyak puisi Sapardi Djoko Damono yang abadi sampai saat ini,

1. Yang Fana adalah Waktu


Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik,

merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari

kita lupa untuk apa

"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu.

Kita abadi.

(1978)

2. Aku Ingin


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

(1989)

3. Sajak Kecil Tentang Cinta


Mencintai angin harus menjadi siut

Mencintai air harus menjadi ricik

Mencintai gunung harus menjadi terjal

Mencintai api harus menjadi jilat

Mencintai cakrawala harus menebas jarak

Mencintai-Mu harus menjelma aku

4. Hatiku Selembar Daun


Hatiku selembar daun

melayang jatuh di rumput;

Nanti dulu,

biarkan aku sejenak terbaring di sini;

ada yang masih ingin kupandang,

yang selama ini senantiasa luput;

Sesaat adalah abadi

sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.

5. Hujan Bulan Juni


tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu

6. Pada Suatu Hari Nanti


Pada suatu hari nanti,

Jasadku tak akan ada lagi,

Tapi dalam bait-bait sajak ini,

Kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,

Suaraku tak terdengar lagi,

Tapi di antara larik-larik sajak ini.

Kau akan tetap kusiasati,

Pada suatu hari nanti,

Impianku pun tak dikenal lagi,

Namun di sela-sela huruf sajak ini,

Kau tak akan letih-letihnya kucari.

7. Kuhentikan Hujan


Kuhentikan hujan

Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan

Ada yang berdenyut dalam diriku

Menembus tanah basah

Dendam yang dihamilkan hujan

Dan cahaya matahari

Tak bisa kutolak

Matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga

8. Hanya


Hanya suara burung yang kau dengar

dan tak pernah kaulihat burung itu

tapi tahu burung itu ada di sana

Hanya desir angin yang kaurasa

dan tak pernah kaulihat angin itu

tapi percaya angin itu di sekitarmu

Hanya doaku yang bergetar malam ini

dan tak pernah kaulihat siapa aku

tapi yakin aku ada dalam dirimu

9. Menjenguk Wajah di Kolam


Jangan kau ulang lagi

menjenguk

wajah yang merasa

sia-sia, yang putih

yang pasi

itu.

Jangan sekali-

kali membayangkan

Wajahmu sebagai

rembulan.

Ingat,

jangan sekali-

kali. Jangan.

Baik, Tuan.

Baca juga

Penyair Legendaris Sapardi Djoko Damono Menjadi Google Doodle Hari Ini

8 Cara Download GB WA (GB Whatsapp) APK di Android

Cara Download Video Viral di Browser Yandex ru

Link Download Video Viral CCTV Bjorka, Benarkah Bisa Bikin HP Mati?

5 Perangkat Lunak Antiplagiasi Gratis dan Cara Kerjanya

Berita Terkait

Image

Cara Buat Akun Google Tanpa Verifikasi Nomor HP di Android

Image

Cara Download Video Youtube di HP

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penulis teknologi yang suka film, musik, kopi dan mi ayam. Contact me at [email protected]